About me?

Foto saya
I'm humble and friendly

Minggu, 07 November 2010

Hasil baca buku Gobind "Tulisan Tangan adalah hasil proyeksi dari otak kita buka direkayasa"

Sehari-hari Sapta Dwikardana adalah dosen Hubung an Internasional di Universitas Parahyangan, Bogor. Sejak 2000 dia mendalami grafologi (ilmu membaca karakter melalui tulisan tangan). Saking seriusnya, dia sampai belajar ilmu itu hingga ke Amerika Serikat.
Sapta mengaku mengenal grafolog saat karakter dia dibaca guru besar psikologi Universitas Padjajaran (Unpad) John Nimpoeno melalui tulisan tangannya. ”Tiap orang merasa senang ada yang menjelaskan kepribadiannya,” ujar nya ketika ditemui Jawa Pos di salah satu kliniknya, kawasan Dago, Bandung.
Sejak saat itu ilmu tersebut seolah membuka alam pikirnya. Sapta jatuh cinta dengan bidang ilmu yang merupakan bagian dari psikologi itu. Ketika itu, amat jarang orang yang mau mendalami grafolog. Namun, Sapta berkeyakinan ilmu tersebut bakal banyak membantu sesama.
Menurut dia, tulisan tangan merupakan satu-satunya alat untuk membaca karakter seseorang yang tidak lekang waktu. ”Tulisan ta ngan merupakan proyeksi otak kita yang tidak bisa direkayasa. Tidak ada instrumen yang lebih kuat daripada itu,” ujar pria asli Madura itu. Tangan, kata Sapta, hanyalah media untuk membaca karakter tulisan seseorang. ”Orang yang menulis dengan mulut, bahkan kaki, tidak menjadi persoalan. Itu hanya medium. Yang penting tulisan tangannya,” jelasnya.
Menurut dia, grafolog sejati harus menguasai tiga hal. Yaitu, analisis tulisan tangan, kaligrafi, dan membaca gambar. Untuk itu, dia sudah menguasai ketiga hal tersebut. Lantaran ketertarikannya terhadap grafolog, Sapta lantas memdalami ilmu itu bersamaan ilmu psikolog lain seperti Freudian. Setelah menguasai program dasar ilmu itu, Sapta mengambil master di Advanced Studies in Contemporary Graphology AS. Program master dua tahun itu dia tempuh melalui jarak jauh. Kurikulumnya sangat padat. Ujian yang dia ikuti juga jarak jauh.
Dia menjelaskan, basik grafologi hanya mempertimbangkan 40-50 indikator un tuk menilai tulisan seseorang, lain lagi dengan program master. Dibutuhkan sekitar 440 indikator untuk membaca karakter seseorang melalui tulisan tangan. Misalnya, bentuk huruf, kemiringan huruf, ketebalan huruf, maupun serpihan tinta. Itu hanya sekian indikator. Jam terbang tinggilah yang menentukan akurasi dalam membaca karakter seseorang.
Akhirnya dia menjadikannya sebagai profesi. Hasilnya, ilmu itu amat bermanfaat dari hal sederhana hingga memecahkan masalah berat. Meski grafolog bukan pekerjaan utama, profesi barunya itu berkembang pesat. Pada 2004, Sapta bertekad mendirikan sekolah grafologi. Dia mendirikan Authentic School di Jakarta. Sekolah itu tak hanya mempelajari grafologi, tapi juga hipnoterapi, behaviour theraphy maupun auriculotherapist.
Lantas, berkembanglah sekolahnya di berbagai kota besar. Misalnya, di Bandung dan Bali. Kendati sekolahnya berkibar di mana-mana, Sapta mengaku tak pernah pasang iklan. ”Karena prinsipnya, saya ingin ilmu ini dipelajari banyak orang,” akunya.
Saat ini dia sudah memiliki sekitar 250 siswa yang konsens belajar grafolog. Mereka dari berbagai kalangan. Mulai dosen, dokter spesialis, ibu rumah tangga, mahasiswa, maupun guru. Banyal siswanya yang akhirnya membuka jasa konsultasi grafologi. ”Banyak yang sudah buka klinik di mana-mana,” ungkap dosen yang meraih gelar PhD di Katholieke Universiteit Leuven, Belgia, jurusan Sosiologi SDM (sumber daya manusia) itu.
Jam terbang yang cukup tinggi dalam membaca karakter seseorang memberikan banyak pengalaman kepada Sapta. Terutama, dalam mengungkap kasus kejahatan. Sapta pernah membantu mengungkap kasus pembobolan dan pencurian di sebuah perusahaan. Ketika itu, dia meminta agar beberapa suspect menulis di secarik kertas. Melalui tulisan tangan itu terbaca tingkat kegelisahan yang dialami seseorang, sifat manipulatif, maupun kondisi psikologis. ”Tapi, saya harus benar-benar cermat dan bisa membedakan apakah kegelisahan yang ditunjukan tersangka karena ketakutan atau perasaan bersalah,” tuturnya. Akhirnya, melalui tulisan tangan itu dia berhasil mengungkap pelaku pembobolan tersebut.
Setiap kali membaca hasil tulisan, Sapta selalu meminta feedback dari kliennya. ”Saya tanya benar nggak analisis saya. Mayoritas mengaku 95 persen benar,” ucapnya lantas tersenyum.
Bisa untuk Ngetes Calon Pasangan Hidup
Profesi grafolog memiliki fungsi hampir sama dengan psikolog atau psikiater. Ilmu analisis tulisan tangan yang disebut grafologi itu bisa memiliki validitas dalam mengambarkan kepribadian seseorang secara komprehensif. Ilmu ini juga bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk mempelajari watak calon pasangan hidup.
“Grafologi bisa digunakan pasangan yang mau menikah untuk melihat apakah calon pasangannya memiliki kecenderungan kepribadian yang bermasalah,” kata Angela Teressia, SIp, CMHA (Certified Master Hand Analyst) di Bandung.
Dia menceritakan, klinik yang dia kelola terkadang menerima permintaan dari sesorang wanita yang akan mengarungi bahtera rumah tangga untuk menganalisis tulisan tangan calon suami. “Biasanya yang ingin dilihat apakah ada kemungkinan calon pasangan hidup tersebut punya potensi agresivitas yang terpendam dan apakah yang bisa memicu sifat tersebut,” ujarnya.
Wanita 28 tahun yang memiliki gelar Master of Manajemen dari Universitas Katolik Parahyangan itu mengaku, banyak di antara kliennya yang hanya membawa contoh tulisan tangan pasangannya. “Jika hasilnya memang perlu dilakukan konsultasi, kami akan memberi tahu dengan bahasa yang diperhalus. Tidak secara langsung memberi tahu bahwa dia (calon suami) memiliki sifat agresivitas yang terpendam,” jelasnya.
Angela yang kerap disapa Ela itu mengakui bahwa dirinya lebih sering menangani klien anak-anak dan wanita dewasa saat menjalankan klinik grafologi. “Menerima klien laki-laki juga pernah. Tapi, klien lebih senang dengan grafolog yang sama (jenis kelamin, Red),” ujarnya.
Kalau kliennya laki-laki, kasus yang sering ditangani biasanya terkait dengan apakah partnernya cocok berbisnis sendiri atau bekerja sama.
Ela membeberkan, sejak kuliah dirinya tertarik mempelajari ilmu analisis tulisan tangan itu. Namun, baru pada sekitar 2005 dia mulai belajar grafologi dan bergabung dengan Authentic School of Graphology. “Dulu awalnya beli buku, belajar secara otodidak. Setelah itu mengambil master grafologi,” jelasnya.
Ibu satu anak tersebut mengatakan, grafologi merupakan bagian dari ilmu proye ksi psikologi. Ilmu tersebut bisa digunakan untuk mengetahui kondisi emosional, mental, dan fisik seseorang, menceritakan kehidupan penulisnya. Ilmu ini juga bisa dipelajari tanpa mengenyam pendidikan formal.
Saking bergunanya grafologi, Ela menggunakannya untuk memilih pengasuh bayi yang cocok bagi buah hatinya. Saat menerima sang baby sitter, Ela meminta tulisan tangannya. Dari situ dia bisa mengetahui apakah pengasuh bayi itu memiliki kecenderungan melakukan kekeras an terhadap anak. “Setelah saya baca, ternyata tidak ada dan setelah tiga tahun, dia terus bersama saya,” ke nangnya.
Awalnya Hanya Ingin Tahu Bakat Anak-Anak
Salah seorang grafolog lain, Achsinfina H. Soemantoro, memilih konsens menangani kasus perkembangan anak. Grafolog yang akrab dipanggil Sinta itu mulai mendalami ilmu tersebut sejak 2002. Sinta tertarik grafologi sejak dia ingin kuliah di jurusan psikologi.
”Waktu itu ekonomi keluarga saya tidak memungkinkan. Oleh ibu saya disarankan mengambil D3 manajemen transportasi udara di Trisakti,” kenangnya. Harapannya, Sinta bisa langsung bekerja. Namun, belum sampai lulus Sinta sering mendapat job sampingan. Sinta pun berkeinginan suatu saat bisa mengambil S-1.
Lulus kuliah dia langsung didapuk sebagai asis ten dosen. Saat itulah, dia mulai kenal dengan grafologi. ”Karena kesenangan saya terhadap psikologi, akhirnya tertarik belajar grafologi” ujarnya saat ditemui Jawa Pos di kliniknya kawasan Bintaro. Sinta pun lantas belajar secara otodidak. Referensi terkait grafologi dia kumpulkan dan dia pelajari.
Suatu hari seorang teman menyarankan dirinya mengambil pembelajaran jarak jauh grafologi di Sertified Behaviour Analysis di California. Selama dua tahun (2003-2005) Sinta belajar grafologi secara jarak jauh.
Ketika sudah mahir ilmu itu, Sinta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kebetulan waktu itu dia bekerja sebagai salah satu public relations sebuah perusahaan. Dia memanfaatkannya untuk merekrut karyawan. Hasilnya amat membantu.
Kelihaian Sinta membaca tulisan tangan tersebar dari mulut ke mulut. Orang pun mulai berdatangan ke rumahnya. ”Minta dites ini dan itu. Mulanya sih saya pakai untuk tahu bakat anak-anak saya saja. Tapi, lama-kelamaan yang datang ke rumah banyak,” ujarnya.
Saking banyaknya, halaman rumahnya sampai tidak muat untuk parkir kendaraan para tamu. ”Parkirnya sampai di rumah tetangga. Saya jadi nggak enak,” cerita perempuan kelahiran 1973 itu.
Lantaran semakin banyak klien yang datang ke rumah, oleh sang suami, Sinta disarankan membuka klinik. Pada 2005, Sinta akhirnya membuka klinik di kawasan Bintaro. Tak disangka, kata dia, animo masyarakat cukup tinggi. Sinta pun berpikir bahwa ilmu ini sejatinya bisa ditularkan kepada orang lain. Akhirnya, dia bertekad menerbitkan buku. Menguak Rahasia Tulisan Tangan yang terbit pada 2008 adalah buku pertamanya.
Buku itu berisi pengenalan tentang grafologi. Sinta mengungkapkan, melalui grafologi hubungan cinta, karir, kepribadian, dan masa depan bisa menjadi lebih baik.
Menurut dia, ada beragam cara membaca kepribadian seseorang. Sebab, manusia sulit berpura-pura soal isi hatinya. Ada beragam jejak yang bisa dibaca tentang kepribadian seseorang. Termasuk di dalamnya orientasi seks seseorang. ”Salah satu tanda untuk mengungkap hal itu adalah tulisan tangan,” sebut grafolog asli Pekalongan itu.
Sepanjang pengalamannya sebagai grafolog, Sinta telah memakai ilmu itu untuk membantu rekrutmen pegawai di perusahaan, meningkatkan kualitas kepribadian staf di perusahaan, konsultasi anak dan dewasa, membimbing seseorang memilih pekerjaan yang cocok, menilai kemung kinan risiko penipuan, kesesuaian antarrekan kerja, membantu memahami diri dengan lebih baik, dan memilih pasangan hidup.
Sinta mensyaratkan minimal 15 baris tulisan untuk bisa dibaca. Tulisan bisa digoreskan di kertas HVS tanpa garis. Sinta menegaskan, bukan cerita yang dinilai dalam grafologi. Karena itu, seseorang tak perlu berupaya membuat tulisannya bagus. ”Grafologi tidak melihat apakah tulisan Anda cantik atau berantakan,” cetusnya. Hanya, alat tulisnya harus menggunakan bolpoin standar. Lebih baik warna hitam. Alat tulis seperti Boxy, menurut Sinta, dapat membuat analisis bias karena kuat lemahnya tekanan tulisan tidak terbaca.
Tahun ini Sinta baru saja menerbitkan buku berjudul Mengenal Potensi Anak Melalui Tulisan Tangan. Saat ini dia memang lebih konsens menangani kasus perkembangan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar