About me?

Foto saya
I'm humble and friendly

Selasa, 12 April 2011

a Teacher who Teaches

Dalam pekerjaan yang aku lakoni saat ini, aku punya kebiasaan untuk mengisahkan cerita anak-anak kepada anak-anak asuh ku.

Sebenernya sih pekerjaan ini terlihat sederhana sekali pada awalnya. Aku tinggal ambil buku cerita dalam bahasa Inggris yang sudah tersedia di rak buku, lalu aku tinggal bacain cerita déh.

Namun, ternyata, akan tetapi, pendapat ku itu salah besar sodara-sodari sekalian sadayana sakulawargi! Anak-anak itu gemar sekali untuk bertanya.

Aku ambil contoh, ketika aku lagi bacain cerita Cinderella. Aku berujar, "Lalu Cinderella disiksa oleh kedua saudara tirinya…"

Tiba-tiba aja si Filippo Inzaghi (my beloved Al) bertanya, "Why?"

"WAAAIIII???? Ya elo tanya aje sama babeh lo!" Ujar aku dalam hati. Ahahahaha ga dink bcanda! Aku jadi ngerti, perasaan guru TK ku waktu dulu, maklum yang mulia Teteh Vie ini termasuk anak yang baru bisa berhenti ngomong kalau lagi makan doang.

But, bukan yang mulia Teteh Vie namanya kalau ga jago ngeles. Dengan otaknya yang kere-aktif (ternyata kejedot angkot 4x itu membawa berkah juga), aku menggunakan sebuah alasan yang cukup mangteff. Karena kebiasaan si Filippo Inzaghi yang demen nangis gogoakan sering buat ku pengen ngemil batang pohon kayu jati (sadis amat), akhirnya ku bilang, "karena Cinderella itu suka nangis kalau mainannya direbut, dia kalau makan suka nggak abis, terus dia suka mukulin kepala orang lain, makanya dia disiksa sama kakak tirinya…."

Dan semenjak itu, kalau si Filippo Inzaghi mulai mewek, aku langsung ingetin dia sama cerita Cinderella. Kalau dia nangis, dia bakal disuruh ngepel lantai rumah, nyuci baju, dilarang makan, oleh kakak-kakaknya, dan akhirnya si Filippo Inzaghi pun berhenti menangis.

Ada lagi cerita tentang sleeping beauty. Jadi kan si tuan putri nya itu dikutuk sama seorang penyihir. Dan lagi-lagi aku mendapatkan kata tanya, "why?"

Kalau aja yang ngomong 'why-nya' itu adalah Ontjom si Tukang Iri Hati, dengan gampangnya, aku bisa jawab, "ya elo tanya aja ke penulisnya!" Ahahahaha!

Tapi, sehubungan yang nanya ini adalah seorang anak kecil yang masih lugu kaya yang mulia Teteh Vie….Bentar-bentar, WOOOOOOOT!!!!! Yang mulia Teteh Vie???? Lugu??? LUGU???

Yo-i banget déh kakak, aku ini orangnya lugu alias sangat LUcu dan sedikit belaGU, kaaaaaaaaaak~ Kaaaaaaaaaak~ *Pasti temen-temen kelompokVielo udah pada mulai pengen ngelempar aku pake tombak asal Kalimantan.

Oceh, balik lagi ke cerita si sliping biyuti. Perlu teman-teman kelompok Vielo ketahui, aku akui, bahwa otak ku ini produk karbitan, kekeke. Aku terlalu cepat menyelesaikan program TK, SD, dan SMA. Tapi, baru kali ini aku merasakan bahwa kemampuan kinerja otak ku kudu berjalan in double speed. Karena anak kecil itu ga bisa nunggu lama untuk mendapatkan sebuah jawaban. Sisi positifnya adalah, sense-of-knowing mereka menjadi besar banget. Sisi negatifnya, kecerewetan mereka sering buat ku pengen melatih jurus tongkat pemukul anjing-nya An Cit Kong!

Di sini lah, aku menyadari maha dahsyatnya sebuah profesi bernama 'guru', entah itu guru debus atau guru fisika! Jujur nih ye, jaman dulu, aku agak sedikit meremehkan profesi yang satu itu, pdhl aku juga berprofesi yang sama kekekeke. Jaman dulu aku pernah berpikir, "oooh, jadi guru itu senang ketika persentase kelulusan mata pelajaran yang dia ajarkan itu baik. Jadi, gue, sebagai murid, sebagai mahluk hidup, cuma dijadikan sebagai bentuk grafik, yang ketika terus menaik, berarti gue ini murid yang keren, tapi ketika grafik gue turun, gue ini murid yang bego???"

Enak ajeeee, aku yang mahluk hidup kok disamain sama benda mati???

Aku bener-bener kuciwa setengah mampus, ketika seorang anak yang mendapatkan nilai bagus, dibilang pinter dan ketika seorang anak mendapat nilai jelek, dibilang bodoh. Ketika 8 dari 10 soal yang aku kerjakan itu jawabannya benar, tapi mereka malah lebih menuntut 2 soal yang salah. Ketika ucapan, "kok kamu bisa salah dua?" lebih sering diucapkan daripada ucapan, "bagus ya, kamu sudah benar delapan…" Aaaaah waktu itu aku bener-bener muak sama profesi yang satu itu. Tujuan utama ku lulus cepet-cepet, bukanlah ingin membanggakan orang tua atau karena karena otak ku lagi dalam keadaan 'fresh from the oven', tapi lebih kepada, aku pengen cepet-cepet nggak ketemu lagi sama guru-guru killer, kekekeke. Astajiiiimmmm...

Aku membalas dendam semua perlakuan dari guru yang ku dapatkan waktu itu ke buku-buku yang ku baca. Guru itu menganggap aku benda mati, maka aku akan menjadikan salah satu benda mati juga sebagai guru ku. Tapi, dari sebuah benda mati (buku) aku ga bisa ngedapetin 3P (rumusan kehidupan yang aku dapetin selama 22 tahun terakhir dari pengalamn hidup ku), Pengakuan, Penerimaan, dan Pujian. Emangnya kita hidup di jaman Harry Potter, di mana sebuah buku bisa cuap-cuap sendiri?

Namun, seolah ingin membuat rekontruksi ulang, dengan nggak kalah kerennya, Tuhan menempatkan ku dalam posisi mereka. Biar aku ngerasain sekarang apa yang mereka rasakan waktu ngajar seorang murid yang skeptik, kaya aku, dahulu kala.

Afterward, sekarang aku menyadari, ternyata seorang guru itu nggak cuma peduli sama nilai muridnya kok, para guru juga lebih bangga kalau muridnya lebih mengerti kenapa bulan itu mengitari bumi daripada sebuah angka '100' yang tertera di selembar kertas jawaban di pelajaran IPA.
Siiigh~ Ternyata bekerja dengan anak-anak itu nggak cuma butuh hati selembut kapas aja, tapi juga butuh kemampuan otak untuk berpikir dengan cepat. Yang pada akhirnya membuat aku beropini, kalau memang sudah seharusnya gaji seorang guru sama kaya gaji CEO-nya perusahaan microsoft.


Tp ngemeng-ngemeng, kenapa akhir2 ini aku sering bercrita cerita anak2 cewek ke Al yaaa????? haaaaa tinta tintaaa... jengong akika tinta mehong My Al jd keritinggg.... yg bisanya cuma ngomong "yondraaang M"... Ok okkk mgkn kedepan akan mengubah jalan cerita... dan BIG PR adalah cari cerita anak2 yg lebih manly...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar