About me?

Foto saya
I'm humble and friendly

Minggu, 06 Maret 2011

Monyet Bilang, Saya Mereka?

Annyong Haseyooo, kemaren aku baru beli kaset dvd dan lgsg nonton. Sebuah film yang sudah menggugah aku sejak lama dan tertahan karena blm ada jualanan kaset nya, finally bisa ku tonton juga. Film yg konon katanya bertema sangat feminisme, berjudul, 'Mereka Bilang, Saya Monyet!'

Astagfirullah, Gustiiiiiiii……Randa! Eta kunaon nepi ka kitu-kitu amat judul pelem téh??? (ditranslate: O my goat! O kambingku! What's going on with Indonesian movie's title now???)

Aduuuuh, aku téh pengen gaya sebenernya, pengen kaya blog-blog yang lagi nge-hip banget sekarang, kan para blogger éta téh suka nulis posting-posting-an-nya pada pake Bahasa Inggris, emangnya yang punya komputer téh, bangsa endonesa aja??? Tapi, atuh da kumaha yah, keinginan sama kemampuan terkadang suka berbanding terbalik, hahahha cucian dehh...


Pengen sih sekali-kali nulis pake tulisan bule, tapi apa daya mulut ini memang terbiasa ngobrol sama Kang Diman, Mang Udin, dan Jang Asep. Ah, andaikan saja aku dilahirkan dari seorang ayah bernama Robert dan seorang ibu yang memiliki pupil mata berwarna biru muda, pasti sekarang aku sudah wara-wiri di dunia pershit-netronan Oom Punjabi, bukan kerja berjam-jam, seperti detik ini! Aaaaaargh, dunia ini memang kejam ya broooo!

Eh, jadi tadi téh kita lagi ngomongin apa ya sebelumnya???

Oh, heu-euh, pelem yang dibuat berdasarkan novelnya Djenar Maesa Ayu. Eduuuuun pisan lah! Sebuah film yang menggambarkan kehidupan seorang penulis yang memiliki masa lalu yang kelam. Dia adalah anak hasil 'rumah-patah' (dibaca: broken home). Di mana Henidar Amroe benar-benar memerankan si tokoh ibu dengan sungguh lihai (lihai banget dah ciuman sama para aktor-nya! Suer!). Aku sampai nggak nyangka, sekarang Tante Henidar memilih untuk menggunakan jilbab, setelah melakukan kissing-scenes yang hot bersama Akang Bucek.

Ah, emang ya hidayah mah beda-beda waktu datengnya ya…Tuh, makanya buat para anggota FPI, jangan ujug-ujug ngehancurin sana-sini. Coba bayangin déh, kalau misalnya para anggota FPI nge-grebek tempat shooting pelem 'Mereka bialng, saya monyet!' Mungkin Tante Henidar tidak diberikan kesempatan untuk mengetahui bagaimana rasanya melakukan salah satu anjuran agama muslim kepada para pengikutnya yang berjenis kelamin wanita.

Oh ya, akting Titi Sjuman yang menjadi pemeran utama pun nggak kalah ciamiknya sama Tante Henidar. Aku sampe bingung, kenapa bisa ya Titi Kamal lebih sering maen pelem dibandingkan Titi Sjuman, nama boleh sama-sama berawalan 'Titi', tapi untuk kualitas akting, saya pikir Titi yang 'itu' lebih mumpuni.

Oom Ray Saetapi pun tampak sangat menikmati perannya yang demen ciuman sama si pemeran utama. Iya ya, siapa juga yang nggak suka ciuman ama Teteh Titi Sjuman???

Ya, intinya sih, pelem 'Mereka bilang, saya monyet!' adalah sebuah pelem yang bagus, apalagi banyak adegan ciumannya. Wah demenan aku banget dah itu mah! hahahhaha dasar geeloookkkk...

Eh, tapi aku kaget lho, setelah menonton pelem ini, aku jadi tau, ternyata ada juga ya sifat KKN dalam dunia jurnalisme Indonesia Isu tersebut digambarkan sangat baik oleh Djenar Maesa Ayu sebagai sutradara, ketika Ajeng (Titi Sjuman) yang melakukan perselingkuhan dengan seorang penulis kenamaan yang memudahkannya untuk memasukan tulisan-tulisan ke dalam redaksi-redaksi media masa ternama. Waaaaaow, aduuuuuuh jadi pengen macarin editor-editor majalah-majalah anak muda terkemuka, biar aku bisa terkenal mendadak gitu…Hahahhaa

Kehidupan Ajeng yang sebagai penulis cerita anak-anak ceria-gembira digambarkan sangat bertolak belakang dengan kehidupan sehari-harinya yang sungguh kelam-jumawa. Si Ajeng kalau udah minum bir udah kayak aku minum nutri sari rasa jeruk nipis. Subhanallah, benar kata Bang Oma dalam salah satu lagu kegemaran Ayah ku, 'Mirasantika', "gara-gara kamu orang bisa jadi edan, gara-gara kamu orang kehilangan masa depan…KU TAK MAU TAK!" Hajaaaarrr... Engkol DJ....


Lalu, dari mana asal usul kata 'monyet' dalam pelem ini??? Oooooh, bukan karena wajah Teteh Titi Sjuman mirip monyet. Waaaah, kalau wajah Titi Sjuman mirip monyet, wajah ku mirip siapa??? (Dari kejauhan terdengar, "kalau Teteh Vie mah mirip Jenifer Lopez!" I know, I know that). Kata 'monyet' itu sendiri berasal dari panggilan sayang teman-temannya Ajeng oleh kedua temannya yang tak kalah demen ciuman dengan para aktor muda lainnya.

Setelah menonton pelem ini, cita-cita ku menjadi penulis menjadi sedikit goyah. Bener kata Pak Erwin (senior ku di creative)  mendingan jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) ajalah kalau gitu mah. Masuk jam 8, istirahat siang sambil shalat dzuhur jam 12, pulang jam 4, tapi shalat ashar dulu jam 4.15, jam 5 pergi ke pasar, jam 6 shalat maghrib, jam 7 nyiapin makan malem buat suami dan anak, jam 9 shalat isya, jam 9.30 tidur, lalu bangun jam 3.30 untuk shalat malam, lalu sahur (ceritanya téh lagi hari Kamis, jadi aku sahur buat menjalankan salah satu sunnah Rasul, puasa setiap hari Kamis) sampai waktu imsak tiba, dan dilanjutkan oleh kegiatan shalat shubuh berjamaan bersama sang suami tercinta. What a life! Salah satu bayangan kehidupan yang tak pernah terpikirkan oleh ku sampai umur ku menginjak kepala dua seperti sekarang ini.

Okai-tokai, dapat ku simpulkan bahwa pesan moral pelem ini adalah: "Ini pilem bagus bro! Abis nonton pelem ini, aku jadi ngeliat PNS sebagai salah satu pekerjaan yang bisa bikin aku masuk surga juga!" Abisan ya, selama ini, kalau baca koran-koran téh, aku suka disajikan berita-berita buruk dari menjadi seorang PNS, padahal mah tergantung orangnya juga sih ya, kalau emang udah demennya mabok-mabokan dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, mau jadi seorang guru ngaji, bisa aja masuk neraka.

Eh tapi kalau aku yang jadi sutradaranya, aku bakal lebih memilih judul 'Mereka bilang, aku kayak Dian Sastro!' atau 'Mereka bilang, aku mirip Luna Maya!' daripada 'Mereka bilang, saya monyet!'. Makan sosis-sambil ngetik, walau narsis-tapi Teteh Vie emang paling cantik! Chiiicckkk... ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar